KEKECEWAAN
Rasanya
di kecewakan itu memang menyakitkan, apalagi jika di kecewakan dengan seseorang
yang kita sudah anggap sahabat. Rasanya sakiiittt sekali…!!! mending putus
cinta deh… ini dia kisahku.
Saat
duduk di bangku perkuliahan, aku mempunyai beberapa orang teman dan tentunya
teman yang bisa di bilang begitu akrab dan berjalan bersama Arny, April, Yani
dan Illa itulah sahabat aku. Namun dari ke empat sahabatku yang paling dekat
denganku adalah Arny karena aku merasa nyaman dan sepemikiran dengannya, di
banding dengan April, Yani dan Illa. Mungkin karena April yang malas masuk
kampus, Yani yang super sibuk, nggak tau apa yang disibukkannya dan Illa yang
agak sedikit pelit, tapi aku menyayangi mereka semua.
Jika
tak ada mata kuliah atau jam kuliah usai, kami selalu mengatur acara mau
kemana, tempat yang selalu kami kunjungi adalah taman dekat laut, tempat dimana
anak-anak muda nongkrong.
Persahabatan
kami pun terjalin hingga memasuki semester ke lima, Illa mengambil jurusan
jurnalis karena ia senang menulis, Aku, Arny, Yani dan April memilih jurusan
Public Relations (PR). hingga saat itu Illa jarang bersama-sama dengan kami
lagi, sedang April yang dengan penyakit malasnya ke kampus membuat kami tak sering
berkumpul lagi, Yani yang super sibuknya hingga jarang berkumpul, tinggal aku
dan Arny yang selalu bersama.
Seiring
berjalannya waktu, aku merasakan perubahan dengan Arny. Ia sekarang lebih
sering jalan dengan Ela dan teman-temannya, tapi aku menghilangkan pikiranku
itu. Mungkin karena Ia pernah berpacaran dengan kakak Ela. Namun semua itu
berjalan terus menerus, aku semakin jauh dengannya dan aku tidak mengerti
dengan dia yang sekarang. Mungkin itu sifat aslinya atau dia merasa nyaman
dengan mereka di banding dengan kami. Padahal dulu ia selalu mengherankan
persahabatan mereka itu yang lebih mementingkan hura-hura di banding pelajaran.
Sampai
suatu hari, saat sibuk-sibuknya kami dengan pengajuan judul proposal dan tak
lama lagi kami akan KKP. Ia sama sekali tak menghiraukanku yang tepat berada di
dekatnya, ia hanya mondar mandir di depanku dan menanyakan salah satu teman
barunya yang tak ada di stu. Sedang aku yang berdiri di situ disapanyapun
tidak. Hati ini bagaikan tersayat silet pedih rasanya, saat itu aku ingin
nangis tapi aku mencoba untuk tegar dan menjauh dari mereka. Sejak saat itu aku
menyimpan kekecewaan yang mendalam padanya, orang yang aku anggap sebagai
sahabat tapi sepertinya dia tak beranggapan sama denganku. Ingin rasanya
bertanya padanya, kenapa ia berubah? tapi aku takut mengganggu kehidupan
barunya. mungkin inilah dia yang sebenarnya.
Sejak
saat itu aku mulai menghindar darinya, dan kami pun semakin menjauh. Dia sibuk
dengan teman-teman barunya dan akupun mencari teman baru. Untungnya masih ada
Yani, Echa, dan Lin yang bisa mengerti perasaanku, walaupun mereka tidak
menanyakannya secara langsung tapi aku yakin mereka tahu apa yang terjadi
dengan melihat perubahan sikap kami. Akupun berusaha melupakannya, walaupun
hati ini terasa sakit setiap hari melihatnya di tambah dengan gayanya yang tak
aku kenali.
Lokasi
KKP pun keluar, Lin menghubungiku kalau aku dan dia satu lokasi kecamatan. Dan
aku mendapat info kalau Arny juga satu lokasi dengan kami. Saat pembekalan
pertama ia menyapaku, Rinn… kita satu lokasi (dengan mengumbar senyum
kepadaku), akupun hanya membalas senyumannya. Aku harus bersikap biasa, Ya
Allah kenapa harus satu lokasi, pikirku… dan untungnya setiba di kecamatan
lokasi KKP kami masih di bagi untuk ke kelurahan, Lin dan Arny satu kelurahan
sedang aku dengan teman yang lain. Sedih sih tidak bersama-sama dengan Lin tapi
lebih baiklah dari pada bersama Arny.
Selama
KKP aku mulai sering berkomunikasi dengan Arny karena lokasi KKP yang
sekecamatan dan searah mengharuskan aku sering-sering bertemu dengannya. Tapi
aku merasa senang, aku berpikir apakah inilah waktunya aku bisa bersama-sama
dia lagi. Namun itu hanyalah hayalan yang tak kesampaian, berakhirnya KKP maka
kembalilah kami seperti biasa. Diapun sibuk kembali dengan sahabatnya. Aku
hanyalah ban serep baginya, ada di saat ia tak bersama teman-temannya. Sedih
juga rasanya, tapi setiap kali ia membutuhkan bantuan aku tidak bisa
menolaknya, karena di lubuk hati yang paling dalam aku sangat menyayanginya.
Bagaimanapun selama dua tahun lebih kami bersama-sama.
Hingga
akhirnya kami tamat kuliah, aku selalu berharap bisa bersama-sama lagi seperti
dulu. Dan menanyakan perubahan yang terjadi pada kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar