bagaimanakah
koperasi menghadapi era globalisasi ???
Sebelum
membahas ke pokok permasalahan, saya jelaskan terlebih dahulu
pengertian globalisasi. Globalisasi
adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia
di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya
populer, dan bentuk-bentuk
interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin
sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar
kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait,
dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara
Dalam
banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama
dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering
dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi
yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas
negara.
Di
sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang
diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang
memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut
pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk
yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan
mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak
berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung
berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh
terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
KOPERASI MENGHADAPI ERA
GLOBALISASI
- Globalisasi Ekonomi
Globalisasi dari sisi
ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau
struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat
sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran
transportasi dan komunikasi sangat penting, yang dapat menyebabkan
terjadinya penipisan batas-batas antar negara ataupun antar daerah di
suatu wilayah.
Era globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi pengusaha Indonesia termasuk usaha kecil, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi, live cycle product relatif pendek mengikuti trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. Ditinjau dari sisi ekspor, liberalisasi berdampak positif terhadap produk tekstil/pakaian jadi , akan tetapi kurang menguntungkan sektor pertanian khususnya produk makanan.
Era globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi pengusaha Indonesia termasuk usaha kecil, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi, live cycle product relatif pendek mengikuti trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. Ditinjau dari sisi ekspor, liberalisasi berdampak positif terhadap produk tekstil/pakaian jadi , akan tetapi kurang menguntungkan sektor pertanian khususnya produk makanan.
Kinerja ekspor UKM lebih
kecil dibandingkan dengan negara tetangga seperti malaysia, Filipina
dan UKM, baik dalam hal nilai ekspor maupun dalam hal divesifikasi
produk. Ini menunjukkan ekspor produk UKM Iebih terkonsentrasi pada
produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif seperti
pakaian jadi, meubel.
Mengingat ketatnya
persaingan yang dihadapi produk ekspor Indonesia termasuk UKM, maka
Indonesia mengambil langkah-langkah strategis, baik jangka panjang
maupun jangka pendek. Langkah-langkah strategis jangka panjang
diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia,
teknologi dan jaringan bisnis secara global. Sedangkan
langkah-langkah strategis jangka pendek diantaranya, melakukan
diversifikasi produk, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan
perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke sumber-sumber
informasi dan perbaikan mutu.
Era Globalisasi
Koperasi
Globalisasi adalah suatu
fakta kehidupan yang sulit terhindar. Kehidupan terpengaruh oleh arus
globalisasi terutama kalangan dunia usaha. Badan usaha yang
berkeinginan untuk bertahan dalam pasar dituntut untuk memiliki fokus
global, tidak hanya perusahaan besar bahkan bisnis kecilpun mulai
berorientasi global.
Terkait dengan kondisi
ini, Stoner menyatakan bahwa globalisasi menyumbang tiga fenomena
yang saling berkaitan yaitu faktor kedekatan, lokasi dan sikap.
Apabila 3 disatukan, ketiga faktor tersebut menekankan suatu susunan
kompleksitas yang belum pernah terjadi dan dihadapi sebelumnya oleh
para manajer organisasi bisnis.
Globalisasi mendorong
sikap baru yang lebih terbuka dalam mempraktekkan manajemen secara
internasional. Sikap ini menggabungkan dunia di luar batas-batas
nasionalismenya dengan kemampuan berpartisipasi dalam ekonomi global.
Ohmae (2000), menjelaskan gejala ini dengan pernyataan yang sederhana
bahwa ”sekarang tidak ada lagi luar negeri”.
Implikasi dari
perkembangan globalisasi terhadap konsepsi, pemikiran dan
praktek-praktek manajemen pada berbagai organisasi khususnya pada
organisasi bisnis kian tidak terhindarkan. Semua hal yang semula
memadai dan cocok diterapkan pada situasi budaya lama menjadi usang
dengan munculnya globalisasi dan pasar bebas. Dalam organisasi bisnis
saat ini hanya yang paling adaptif yang akan mampu bertahan.
Perusahaan atau organisasi bisnis yang resisten dengan caracara lama,
tidak menyesuaikan diri dan masih belajar akan tertinggal.
Dimensi lain yang
mempengaruhi keberhasilan bisnis adalah variable lingkungan eksternal
seperti politik, ekonomi, sosial budaya, iptek, informasi, etika dan
hukum bisnis. Para pakar dan praktisi bisnis menyadari bahwa
perubahan lingkungan eksternal amatlah cepat,
terkadang sulit
dimengerti/misterius (Rheinald Kasali, 2005). Oleh karena itu,
organisasi bisnis harus tanggap dan adaptif terhadap perubahan.
Taruhannya hanya ada dua pilihan ” berubah” atau ”diubah”.
Sejalan dengan Rheinald Kasali, M. Fuad, dkk. (2000), mengemukakan
bahwa perubahan lingkungan bisnis global dan teknologi telah
mendorong seleksi alamiah yang mengarah kepada ”yang terkuat yang
bertahan” (survival for the fittest).
Keberhasilan perusahaan
dalam berbisnis di pasar bersumber dari kemampuan menyesuaikan diri
dengan memberikan pelayanan dan menawarkan barang dan jasa yang
sesuai selera pasar.
Dampaknya, kondisi
pasarpun berubah yang diindikasikan dari :
• Kekuasaan sudah beralih
ke tangan konsumen (demand driven)
• Skala produksi yang besar bukan lagi merupakan suatu keharusan.
• Batas negara dan wilayah tidak lagi menjadi kendala.
• Teknologi dengan cepat dapat dikuasai dan mudah ditiru.
• Setiap saat muncul pesaing dengan biaya yang lebih murah.
• Meningkatnya kepekaan konsumen terhadap harga dan nilai.
• Skala produksi yang besar bukan lagi merupakan suatu keharusan.
• Batas negara dan wilayah tidak lagi menjadi kendala.
• Teknologi dengan cepat dapat dikuasai dan mudah ditiru.
• Setiap saat muncul pesaing dengan biaya yang lebih murah.
• Meningkatnya kepekaan konsumen terhadap harga dan nilai.
Menghadapi kondisi
tersebut, para pelaku bisnis termasuk koperasi perlu selalu
menganalisis pasar, mengenali peluang, memformulasikan strategi
pemasaran, mengembangkan taktik dan tindakan spesifik serta menyusun
anggaran dan laporan kinerja. Manajemen bisnis-pun perlu menerapkan
paradigma baru yaitu manajemen perubahan, seperti dilansir oleh
Charles Darwin (dalam Rheinald Kasali, 2005) bahwa ”bukan yang
terkuat yang mampu berumur panjang melainkan yang paling adaptif
(selalu menyesuaikan diri dengan perubahan)”. Perusahaan bisnis
dianalogikan seperti mahluk hidup yang berevolusi untuk survive dan
meneruskan keturunan. Dalam evolusi, menoleh ke belakang adalah untuk
memaknai kehidupan dan tantangan kedepan dengan perencanaan matang,
cermat dan cerdas.
tiga tingkat bentuk
eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah
menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini
masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih
baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau
juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan
rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih
baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada
‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi
masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu
diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih
baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan
Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi
organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai
telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan
pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas
anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi
kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi
tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas
anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang
ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan
dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya
melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan
ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi
diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar
koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu
menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Untuk menghadapinya era globalisasi , koperasi di Indonesia perlu :
1. Membagi koperasi menurut beberapa sektor :
• koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi,
• koperasi konsumen atau koperasi konsumsi, dan
• koperasi kredit dan jasa keuangan
2. Koperasi produksi harus merubah strategi kegiatannya dengan mereorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi.
3. Pemahaman pengurus dan anggota akan jati diri koperasi, pengertian koperasi, nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip gerakan koperasi harus dijadikan point penting.
karena hal itu yang mendasari segala aktifitas koperasi. Aparatur
pemerintah terutama departemen yang membidangi masalah koperasi perlu
pula untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai
perkoperasian.
4. Dalam menjalankan usahanya, pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya dan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan kebutuhan kolektif anggota sifatnya kondisional dan lokal spesifik. Dengan mempertimbangkan aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi berbeda-beda.
5. Kesungguhan kerja pengurus dan karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.
6. Kegiatan koperasi bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya.
7. Adanya efektifitas biaya transaksi antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.
4. Dalam menjalankan usahanya, pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya dan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan kebutuhan kolektif anggota sifatnya kondisional dan lokal spesifik. Dengan mempertimbangkan aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi berbeda-beda.
5. Kesungguhan kerja pengurus dan karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.
6. Kegiatan koperasi bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya.
7. Adanya efektifitas biaya transaksi antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.
Siapkah
Koperasi Menghadapi Era Globalisasi ???
Awal
perkembangannya sebagai badan usaha Koperasi mengalami pasang
surut sesuai dengan situasi politik yang ada. Pada era pemerintahan
Orde Baru, Koperasi sering menjadi alat kekuatan politik untuk
mencapai tujuan regim pemerintah dengan dalih stabilitas pembangunan.
Koperasi, khususnya Koperasi Unit Desa (KUD), sering sebagai
kepanjangan tangan pemerintah melalui penyalurkan dana, atau alat dan
bahan pertanian kepada petani. Koperasi sering diberikan
kemudahan-kemudahan dalam menjalankan usaha, sehingga menjadikan
koperasi sebagai badan usaha yang manja, karena hanya bisa berkembang
dengan bantuan pemerintah. Atau dengan kata lain koperasi lebih
sebagai alat pemerintah, ketimbang sebagai kebijakan pemerintah.
Citra koperasi di
masyarakat saat ini identik dengan badan usaha marginal, yang hanya
bisa hidup bila mendapat bantuan dari pemerintah. Hal ini sebenarnya
tidak sepenuhnya benar, karena banyak koperasi yang bisa menjalankan
usahanya tanpa bantuan pemerintah.
Tantangan koperasi
ke depan sebagai badan usaha adalah harus mampu bersaing secara sehat
sesuai etika dan norma bisnis yang berlaku. Pertanyaan yang muncul
adalah mampukah koperasi yang selama ini dimanjakan pemerintah
bersaing dengan badan usaha lain? Antisipasi dan strategi apa yang
harus disiapkan oleh koperasi? Tulisan ini, akan mencoba
mengungkapkan konsep kemandirian koperasi sebagai badan usaha dalam
menyongsong era globalisasi dan krisis ekonomi yang sedang terjadi.
Tantangan
koperasi dimasa depan adalah mampu bertahan di era globalisasi. Untuk
mampu bertahan tentunya koperasi harus instropeksi atas kondisi yang
ada pada dirinya. Tidak saja melihat situasi yang berkembang diluar,
namun yang lebih penting adalah mampu untuk melihat kenyataan yang
ada pada dirinya. Jati dirikoperasi menjadi tantangan besar dalam era
globalisasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa hanya dengan mengenal jati
diri koperasi secara benar maka kemungkinan bersaing dengan badan
usaha lain akan terbuka. Jelas bahwa ditinjau dari sudut bentuk
organisasinya, maka organisasi koperasi adalahSHO (self-help
organisasi).Intinya koperasi adalah badan usaha yang otonom.
Problemnya adalah otonomi koperasi sejauh ini menjadi tanda tanya
besar. Karena bantuan pemerintah yang begitu besar menjadikan otonomi
koperasi sulit terwujud. Dalam dataran konsepsional otonomi Koperasi
juga mengandung implikasi bahwa badan usaha koperasi seharusnya lepas
dari lembaga pemerintah, artinya organisasi koperasi bukan merupakan
lembaga yang dilihat dari fungsinya adalah alat administrasi langsung
dari pemerintah, yang mewujudkan tujuan-tujuan yang telah diputuskan
dan ditetapkan oleh pemerintah.
Sumber
:
http://ice_online.tripod.com/Wacana7.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar