Minggu, 05 Mei 2013

Jurnal Review Hukum Perikatan



PRAKTEK PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS
TANAH BERDASARKAN AKTA NOTARIS DI JAKARTA TIMUR

Pengarang      : Fitri Susanti
Instansi          : UNIVERSITAS DIPONEGORO Semarang
Tahun             : 2008
Sumber           : http://eprints.undip.ac.id/17438/


BAB IV
PEMBAHASAN

A.      Kekuatan Hukum Dari Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Jual Belinya Dan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Serta Status Hukumnya.

Walaupun dalam prakteknya Perjanjian Pengikatan Jual Beli sudah sering digunakan namun ternyata terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli hanya dipakai asas umum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau dengan kata lain belum pernah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak atas tanah.

1. Kekuatan Hukum Dari Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Jual Belinya

Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya bahwa Pengikatan Jual Beli (PJB) merupakan sebuah terobosan hukum yang dipakai oleh para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah. Pengikatan Jual Beli (PJB) dipakai untuk memudahkan para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah, karena jika mengikuti semua aturan yang ditetapkan dalam melakukan jual-beli hak atas tanah, tidak semua pihak dapat memenuhinya dalam sekali waktu, seperti membayar harga jual beli yang disepakati. Dalam Peraturan tentang hak atas tanah, diantaranya adalah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan lain-lain, diatur setiap perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah. Setiap orang yang akan melakukan perbutan hukum yang berikaitan dengan hak atas tanah wajib tunduk kepada semua peraturan yang berkaitan dengan hak atas tanah.

Contohnya dalam hal jual-beli hak atas tanah, di mana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (PPAT), diatur bahwa dalam melakukan jual-beli hak atas tanah harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang, dalam hal tanah adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang daerah kerjanya meliputi daerah tempat tanah yang diperjualbelikan itu berada. Selain itu akta pemindahan haknya (akta jual belinya) juga dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan akta jual-beli tersebut merupakan akta otentik, dimana bentuk dan isinya telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebelum dapat melakukan jual-beli dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal tanah adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah harus memenuhi semua persyaratan yang diatur dalam pelaksanaan jual-beli tanah. Persyaratan tentang objek jual belinya, misalnya hak atas tanah yang akan diperjualbelikan merupakan hak atas tanah yang sah dimiliki oleh penjual yang dibuktikan dengan adanya sertifikat tanah atau tanda bukti sah lainnya tentang hak tersebut, dan tanah yang diperjualbelikan tidak berada dalam sengketa dengan pihak lain, dan sebagainya.

Disamping itu jual-beli telah dibayar secara lunas dan semua pajak yang berkaitan dengan jual-beli seperti pajak penjual (SSP) dan pajak pembeli yaitu (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan/BPHTB) juga telah dilunasi oleh pihak yang akan melakukan jual-beli. Setelah semua hal tersebut dilengkapi atau terpenuhi, barulah para pihak yang akan melakukan jual-beli tanah dapat melakukan jual-beli hak atas tanah dan pembuatan akta jual-beli tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta selanjutnya melakukan pendaftaran tanah untuk pemindahan haknya.

Namun apabila persyaratan-persyaratan tersebut belum dipenuhi maka pembuatan dan penandatanganan terhadap akta jual beli hak atas tanah belum bisa dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bersangkutan juga akan menolak untuk membuatkan akta jual belinya sebagai akibat belum terpenuhinya semua syarat tentang pembuatan akta jual beli (AJB), yang dengan sendirinya jualbeli hak atas tanah belum bisa dilakukan.

Keadaan tersebut tentunya sangat tidak menguntungkan atau bahkan bisa merugikan terhadap para pihak yang melakukan jual beli hak atas tanah. Karena dengan keadaan tersebut pihak penjual di satu sisi harus menunda dulu penjualan tanahnya, agar semua persyaratan tersebut dapat terpenuhi, yang dengan sendirinya juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan uang dari penjualan hak atas tanahnya tersebut. Hal yang sama juga berlaku terhadap pihak pembeli, dengan keadaan tersebut pihak pembeli juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan hak atas tanah yang akan dibelinya.

Untuk mengatasi hal tersebut, dan guna kelancaran tertib administrasi pertanahan maka dibuatlah Akta Pengikatan Jual Beli (PJB), dimana isinya sudah mengatur tentang jual beli tanah namun formatnya baru sebatas pengikatan jual beli yaitu suatu bentuk perjanjian yang merupakan atau dapat dikatakan sebagai perjanjian penduhuluan sebelum dilakukannya perjanjian jual beli sebenarnya diatur dalam perundang-undangan yang dinamakan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

Berdasarkan semua keterangan yang telah penulis kemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan hukum dari akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris dalam pelaksanaan pembuatan Akta Jual Belinya adalah sangat kuat. Hal ini karena pada Pengikatan Jual Beli (PJB) yang dibuat dihadapan notaris maka aktanya telah menjadi akta notaril sehinga merupakan akta otentik, sedangkan untuk yang dibuat tidak dihadapan notaris maka menjadi akta dibawah tangan yang pembuktiannya berada dibawah akta otentik, walaupun dalam Pasal 1875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memang disebutkan bahwa akta dibawah tangan dapat mempunyai pembuktian yang sempurna seperti akta otentik apabila tanda tangan dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang menanda tanganinya.
Namun ketentuan dalam Pasal 1875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menunjuk kembali Pasal 1871 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa akta dibawah tangan dapatlah menjadi seperti akta otentik namun tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didadalamnya, karena akan dianggap sebagai penuturan
belaka selain sekedar apa yang dituturkan itu ada hubungan langsung dengan pokok isi akta.

Jadi kekuatan hukum yang ada di perjanjian pengikatan jual-beli hanyalah tergantung dimana perjanjian pengikatan jual-beli dibuat, jika bukan dihadapan pejabat umum (notaris) maka menjadi akta dibawah tangan sedangkan jika dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum maka akta tersebut menjadi akta notariil yang bersifat akta otentik.


2. Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Serta Status Hukumnya

Oleh karena perjanjian pengikatan jual-beli merupakan sebuah perjanjian pendahuluan, maka biasanya di dalam perjanjian pengikatan jual-beli tersebut akan termuat janji-janji dari para pihak yang mengandung ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat yang apabila semua ketentuan tersebut atau syarat-syarat tersebut telah dipenuhi maka jual-beli hak atas tanah yang disepakati dalam perjanjian pengikatan jual-beli dapat dilakukan.

Akan tetapi ada kemungkinan dalam pemenuhan semua persyaratan dan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian pengikatan jual-beli bisa saja terjadi dalam waktu yang agak lama, sehingga ada kemungkinan juga untuk bakal penjualnya berhalangan untuk datang
kembali untuk melakukan penandatanganan terhadap akta jual belinya (AJB).

Hal ini tentunya akan menimbulkan kesulitan bagi pihak pembeli karena ketika semua persyaratan dan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian pengikatan jual-beli telah dipenuhi pihak penjual berhalangan untuk melakukan penandatanganan terhadap akta jual belinya, sehingga pemindahan hak tidak bisa dilakukan padahal pihak pembeli telah memenuhi semua kewajiban untuk memperoleh haknya sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian pengikatan jual-beli.

Untuk menghindari hal tersebut biasanya pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan jual-beli akan meminta dibuatkan sebuah surat kuasa dari bakal penjual yang didalamnya termuat ketetuan apabila pihak penjual berhalangan hadir sedangkan semua syarat dan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian pengikatan jual-beli telah terpenuhi, sehingga telah bisa dilakukan penandatanganan terhadap akta jual beli, maka penjual biasanya akan memberikan kuasa kepada pembeli untuk menghadap sendiri dan menandatangani akta jual beli atas nama penjual di hadapan Notaris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar