Minggu, 05 Mei 2013

Jurnal Review Hukum Perikatan



PRAKTEK PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS
TANAH BERDASARKAN AKTA NOTARIS DI JAKARTA TIMUR

Pengarang      : Fitri Susanti
Instansi          : UNIVERSITAS DIPONEGORO Semarang
Tahun             : 2008
Sumber           : http://eprints.undip.ac.id/17438/

BAB II
TELAAH PUSTAKA

  1. Perjanjian
                                    Hukum tentang perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan, mempunyai sifat system terbuka. Maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.

1.      Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah sebagai perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal dengan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

2.      Syarat sahnya suatu perjanjian
a.       Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
Syarat ini merupakan syarat mutlak adanya sebuah perjanjian, dimana kedua pihak  yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat mengenai hal-hal yang menjadi pokok dari perjanjian yang dilakukan/diadakan itu, dan apabila mereka tidak sepakat maka tidak ada perjanjian.

b.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan .
kecakapan untuk membuat suatu perikatan mengandung makna bahwa pihak-pihak yang membuat perjanjian/perikatan tersebut merupakan orang yang sudah memenuhi syarat sebagai pihak yang dianggap cakap oleh atau menurut hokum, sehingga perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai hukum pula.

c.       Suatu Hal tertentu.
Maksud dari kata suatu hal tertentu pada persyaratan sahnya suatu perjanjian adalah obyek dari pada perjanjian. Dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) ditentukan bahwa objek perjanjian tersebut haruslah merupakan barang-barang yang dapat ditentukan nilainya atau dapat diperdagangkan.

d.      Suatu sebab yang halal.
Pengertian dari suatu sebab yang halal yaitu bahwa isi dari perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, norma-norma, kesusilaan, dan ketertiban umum. Misalnya : seseorang mengadakan transaksi jual-beli senjata api tanpa dilindungi oleh surat-surat yang sah dalam hal pemilikan senjata api, maka perjanjian yang dilakukan adalah batal, karena tidak memenuhi syarat mengenai suatu sebab yang halal yaitu prestasi yang dilakukan telah melanggar undang-undang pemilikan senjata api.

3.      Unsur-unsur dalam perjanjian
a.       Ada pihak yang saling berjanji
b.      Ada persetujuan
c.       Ada tujuan yang hendak dicapai
d.      Ada prestasi yang akan dilaksanakan atau kewajiban untuk melaksanakan objek perjanjian.
e.       Ada bentuk tertentu (lisan atau tertulis)
f.       Ada syarat tertentu yaitu syarat pokok dari perjanjian yang menjadi objek perjanjian serta syarat tambahan atau pelengkap.

4.      Asas-asas perjanjian
a.       Asas konsensualisme
Adalah bahwa suatu perikatan itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain bahwa perikatan sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara para pihak mengenai pokok perikatan.

b.      Asas kebebasan berkontrak
Adalah salah satu asas yang sangat penting dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.

c.       Asas Pacta Sunt Servada
Asas pacta sunt servada berkaitan dengan akibat dari perjanjian, yaitu asas yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1338 KUHPer yang menyebutkan : semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

5.      Lahirnya perjanjian
Dalam kitab Undang-undang Hukum perdata (KUHPer), dikenal dengan adanya asas konsensualisme sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian cukup dengan sepakat saja dan perjanjian sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya consensus tersebut, dan pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya.
Selain kesepakatan untuk lahirnya perjanjian juga haruslah dipegang teguh tentang adanya suatu persesuaian kehendak antara kedua belah pihak. Apabila kedua kehendak itu berselisih, tak dapatlah lahirnya suatu perjanjian. Jadi kesepakatan berarti persesuaian kehendak.

6.      Berakhirnya suatu perjanjian
a.       Karena pembayaran
b.      Karena penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan barang
c.       Karena pembaharuan utang
d.      Karena perjumpaan utang
e.       Karena percampuran utang
f.       Karena pembebasan hutang
g.      Karena musnahnya barang yang terhutang
h.      Karena kebatalan dan pembatalan perjanjian
i.        Karena berlakunya suatu syarat batal
j.        Karena lewat waktu atau kadaluarsa


  1. Tinjauan tentang akta
1.      Pengertian Akta
Istilah atau perkataan akta dalam Bahasa Belanda disebut “acte/akta” dan dalam Bahasa Inggris disebut “act/deed”, pada umumnya mempunyai dua arti yaitu :
a.       Perbuatan (handeling)/perbuatan hukum ( rechtshandeling);itulah pengertian yang luas, dan
b.      Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu.

2.      Macam Akta
a.       Akta Otentik
1)      Pengertian Akta Otentik
Definisi mengenai akta otentik dengan jelas dapat dilihat di dalam pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : “ Suatu Akta Otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.
Pegawai yang berwenang yang dimaksud disini antara lain adalah Notaris, hal ini didasarkan pada pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang jabatan notaries yang menyatakan bahwa notaries adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan berwenang lainnya sebagai dimaksud dalam Undang-undang ini.

2)      Syarat-syarat Akta Otentik
a)      Akta itu harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten overstaan) seorang pejabat umum.
b)      Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang.
c)      Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.


b.      Akta dibawah tangan
Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat oleh para pihak untuk pembuktian tanpa bantuan dari seorang pejabat pembuat akta, dengan kata lain akta dibawah tangan adalah akta yang dimaksudkan oleh para pihak sebagai alat bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum pembuat akta.

c.       Tinjauan tentang perjanjian pengikatan jual beli
Perjanjian pengikatan jual beli sebenarnya tidak ada perbedaan dengan perjanjian pada umumnya. Hanya saja perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan berbentuk apa saja, asalkan tidak melanggar peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.
Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan tersebut ada yang lahir dari peraturan perundang-undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. persyaratan yang timbul dari undang-undang misalnya jual beli harus telah lunas baru Akta Jual Beli (AJB) dapat ditandatangani. Pada umumnya persyaratan yang sering timbul adalah persyaratan yang lahir dari kesepakatan para pihak yang akan jual beli, misalnya pada waktu akan melakukan jual beli , pihak pembeli menginginkan adanya sertifikat hak atas tanah yang akan dibelinya sedangkan hak atas tanah yang akan dijual belum mempunyai sertifikat, dan dilain sisi, misalnya pihak pembeli belum mampu untuk membayar semua biaya hak atas tanah secara luas, sehingga baru dibayar setengah dari harga yang disepakati.
Dengan keadaan diatas tentunya akan menghambat untuk pembuatan akta jual belinya, karena pejabat pembuat akta tanah akan menolak untuk membuatkan akta jual belinya karena belum selesainya semua persyaratan tersebut untuk tetap dapat melakukan jual beli maka para pihak sepakat bahwa jual beli akan dilakukan setelah sertifikat selesai diurus, atau setelah harga dibayar lunas dan sebagainya. Untuk menjaga agar kesepakatan itu terlaksana dengan baik sementara persyaratan yang diminta bias di urus maka biasanya pihak yang akan melakukan jual beli menuangkan kesepakatan awal tersebut dalam bentuk perjanjian yang kemudian dikenal dengan nama perjanjian pengikatan jual beli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar