PRAKTEK PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS
TANAH BERDASARKAN AKTA NOTARIS DI JAKARTA TIMUR
Pengarang : Fitri Susanti
Instansi : UNIVERSITAS DIPONEGORO Semarang
Tahun : 2008
Sumber : http://eprints.undip.ac.id/17438/
BAB
II
TELAAH
PUSTAKA
- Perjanjian
Hukum
tentang perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tentang perikatan, mempunyai sifat system terbuka. Maksudnya dalam hukum
perikatan/perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subyek
hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar
perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.
1.
Pengertian
Perjanjian
Perjanjian adalah sebagai perhubungan hukum mengenai
harta benda antar dua pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal dengan pihak lain berhak menuntut
pelaksanaan janji itu.
2. Syarat sahnya suatu perjanjian
a.
Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
Syarat ini merupakan syarat mutlak adanya sebuah
perjanjian, dimana kedua pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat mengenai hal-hal yang menjadi pokok
dari perjanjian yang dilakukan/diadakan itu, dan apabila mereka tidak sepakat
maka tidak ada perjanjian.
b.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
.
kecakapan untuk membuat suatu perikatan mengandung
makna bahwa pihak-pihak yang membuat perjanjian/perikatan tersebut merupakan
orang yang sudah memenuhi syarat sebagai pihak yang dianggap cakap oleh atau
menurut hokum, sehingga perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai hukum
pula.
c.
Suatu Hal tertentu.
Maksud dari kata suatu hal tertentu pada persyaratan
sahnya suatu perjanjian adalah obyek dari pada perjanjian. Dalam kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) ditentukan bahwa objek perjanjian tersebut
haruslah merupakan barang-barang yang dapat ditentukan nilainya atau dapat
diperdagangkan.
d.
Suatu sebab yang halal.
Pengertian dari suatu sebab yang halal yaitu bahwa
isi dari perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, norma-norma,
kesusilaan, dan ketertiban umum. Misalnya : seseorang mengadakan transaksi
jual-beli senjata api tanpa dilindungi oleh surat-surat yang sah dalam hal
pemilikan senjata api, maka perjanjian yang dilakukan adalah batal, karena
tidak memenuhi syarat mengenai suatu sebab yang halal yaitu prestasi yang
dilakukan telah melanggar undang-undang pemilikan senjata api.
3. Unsur-unsur dalam perjanjian
a. Ada
pihak yang saling berjanji
b. Ada
persetujuan
c. Ada
tujuan yang hendak dicapai
d. Ada
prestasi yang akan dilaksanakan atau kewajiban untuk melaksanakan objek
perjanjian.
e. Ada
bentuk tertentu (lisan atau tertulis)
f. Ada
syarat tertentu yaitu syarat pokok dari perjanjian yang menjadi objek
perjanjian serta syarat tambahan atau pelengkap.
4. Asas-asas perjanjian
a.
Asas konsensualisme
Adalah bahwa suatu perikatan itu terjadi sejak saat
tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain bahwa perikatan
sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara
para pihak mengenai pokok perikatan.
b.
Asas kebebasan berkontrak
Adalah salah satu asas yang sangat penting dalam
hukum perjanjian. Kebebasan ini merupakan perwujudan dari kehendak bebas,
pancaran hak asasi manusia.
c.
Asas Pacta Sunt Servada
Asas pacta sunt servada berkaitan dengan akibat dari
perjanjian, yaitu asas yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian.
Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1338 KUHPer yang menyebutkan : semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
5. Lahirnya perjanjian
Dalam kitab Undang-undang Hukum perdata (KUHPer),
dikenal dengan adanya asas konsensualisme sebagaimana telah diterangkan
sebelumnya, bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian cukup dengan sepakat saja
dan perjanjian sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya consensus
tersebut, dan pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya
pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya.
Selain kesepakatan untuk lahirnya perjanjian juga
haruslah dipegang teguh tentang adanya suatu persesuaian kehendak antara kedua
belah pihak. Apabila kedua kehendak itu berselisih, tak dapatlah lahirnya suatu
perjanjian. Jadi kesepakatan berarti persesuaian kehendak.
6. Berakhirnya suatu perjanjian
a. Karena
pembayaran
b. Karena
penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan barang
c. Karena
pembaharuan utang
d. Karena
perjumpaan utang
e. Karena
percampuran utang
f. Karena
pembebasan hutang
g. Karena
musnahnya barang yang terhutang
h. Karena
kebatalan dan pembatalan perjanjian
i.
Karena berlakunya suatu syarat batal
j.
Karena lewat waktu atau kadaluarsa
- Tinjauan tentang akta
1.
Pengertian
Akta
Istilah
atau perkataan akta dalam Bahasa Belanda disebut “acte/akta” dan dalam Bahasa
Inggris disebut “act/deed”, pada umumnya mempunyai dua arti yaitu :
a. Perbuatan
(handeling)/perbuatan hukum ( rechtshandeling);itulah pengertian yang luas, dan
b. Suatu
tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum
tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu.
2. Macam Akta
a. Akta
Otentik
1) Pengertian
Akta Otentik
Definisi mengenai akta otentik dengan jelas dapat
dilihat di dalam pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : “
Suatu Akta Otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh
Undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa
untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.
Pegawai yang berwenang yang dimaksud disini antara
lain adalah Notaris, hal ini didasarkan pada pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor
1 tahun 2004 tentang jabatan notaries yang menyatakan bahwa notaries adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan berwenang lainnya
sebagai dimaksud dalam Undang-undang ini.
2)
Syarat-syarat Akta Otentik
a) Akta
itu harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten overstaan) seorang pejabat
umum.
b) Akta
itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang.
c) Pejabat
umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk
membuat akta itu.
b. Akta
dibawah tangan
Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat
oleh para pihak untuk pembuktian tanpa bantuan dari seorang pejabat pembuat
akta, dengan kata lain akta dibawah tangan adalah akta yang dimaksudkan oleh
para pihak sebagai alat bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat
umum pembuat akta.
c.
Tinjauan tentang perjanjian pengikatan
jual beli
Perjanjian pengikatan jual beli sebenarnya tidak ada
perbedaan dengan perjanjian pada umumnya. Hanya saja perjanjian pengikatan jual
beli merupakan perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa
saja dan berbentuk apa saja, asalkan tidak melanggar peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.
Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat
terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh
undang-undang yang berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak
menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan
tersebut ada yang lahir dari peraturan perundang-undangan yang ada dan ada pula
yang timbul sebagai kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak
atas tanah. persyaratan yang timbul dari undang-undang misalnya jual beli harus
telah lunas baru Akta Jual Beli (AJB) dapat ditandatangani. Pada umumnya
persyaratan yang sering timbul adalah persyaratan yang lahir dari kesepakatan
para pihak yang akan jual beli, misalnya pada waktu akan melakukan jual beli ,
pihak pembeli menginginkan adanya sertifikat hak atas tanah yang akan dibelinya
sedangkan hak atas tanah yang akan dijual belum mempunyai sertifikat, dan
dilain sisi, misalnya pihak pembeli belum mampu untuk membayar semua biaya hak
atas tanah secara luas, sehingga baru dibayar setengah dari harga yang
disepakati.
Dengan keadaan diatas tentunya akan menghambat untuk
pembuatan akta jual belinya, karena pejabat pembuat akta tanah akan menolak
untuk membuatkan akta jual belinya karena belum selesainya semua persyaratan
tersebut untuk tetap dapat melakukan jual beli maka para pihak sepakat bahwa
jual beli akan dilakukan setelah sertifikat selesai diurus, atau setelah harga
dibayar lunas dan sebagainya. Untuk menjaga agar kesepakatan itu terlaksana
dengan baik sementara persyaratan yang diminta bias di urus maka biasanya pihak
yang akan melakukan jual beli menuangkan kesepakatan awal tersebut dalam bentuk
perjanjian yang kemudian dikenal dengan nama perjanjian pengikatan jual beli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar