Minggu, 05 Mei 2013

Jurnal Review Hukum Perikatan



PRAKTEK PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS
TANAH BERDASARKAN AKTA NOTARIS DI JAKARTA TIMUR

Pengarang      : Fitri Susanti
Instansi          : UNIVERSITAS DIPONEGORO Semarang
Tahun             : 2008
Sumber           : http://eprints.undip.ac.id/17438/


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kekuatan hukum dari akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris dalam pelaksanaan pembuatan Akta Jual Belinya adalah sangat kuat, karena akta tersebut merupakan akta notaril yang bersifat akta otentik, pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali dalam perjanjian pengikatan jual beli bukanlah termasuk ke dalam kuasa
mutlak yang dilarang oleh Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, sehingga status hukumnya sah-sah saja untuk dilakukan

2. Perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak-hak para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli sangat tergantung kepada kekuatan dari perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat, yaitu jika dibuat dengan akta di bawah tangan maka perlindungannya sesuai dengan perlindungan terhadap akta dibawah tangan, sedangkan apabila di buat oleh atau di hadapan Notaris maka dengan sendirinya aktanya menjadi akta notaril sehingga kekuatan perlindunganya sesuai dengan perlindungan terhadap akta otentik.

B. Saran
Sebaiknya mengenai pengikatan jual beli diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan terutama yang berkaitan dengan masalah tanah, sehingga para pihak yang memakai pengikatan jual beli sebagai perjanjian pendahuluan dalam jual beli hak atas tanah lebih terlindungi dengan baik.
Dan untuk para Notaris dalam pembuatan Akta Pengikatan Jual Belinya harus secara tegas menuliskan dalam pasal-pasalnya tentang klausul mengenai wanprestasi sehingga para pihak baik penjual maupun pembeli memperoleh perlindungan hukum.

Jurnal Review Hukum Perikatan



PRAKTEK PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS
TANAH BERDASARKAN AKTA NOTARIS DI JAKARTA TIMUR

Pengarang      : Fitri Susanti
Instansi          : UNIVERSITAS DIPONEGORO Semarang
Tahun             : 2008
Sumber           : http://eprints.undip.ac.id/17438/


BAB IV
PEMBAHASAN

  1. Perlindungan Hukum Terhadap Pemenuhan Hak-Hak Para Pihak Apabila Salah Satu Pihak Melakukan Wanprestasi Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Berbicara tentang perlindungan hukum, maka kita perlu tahu terlebih dahulu sebenarnya perlindungan hukum tersebut. Perlindungan hukum berasal dari dua suku kata yaitu perlindungan dan hukum. Perlindungan adalah hal atau perbuatan melindungi.52Sedangkan hukum adalah aturan untuk menjaga kepentingan semua pihak. Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Perlindungan hukum adalah suatu upaya perlindungan yang diberikan kepada subjek hukum, tentang apa-apa yang dapat dilakukannya untuk mempertahankan atau melindungi kepentingan dan hak subjek hukum tersebut.

Jadi perlindungan hukum menurut penulis adalah segala kegiatan atau perbuatan yang dapat memberikan perlindungan terhadap pemenuhan hak dan memberikan kepastian hukum terhadap semua subjek hukum sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berbicara tentang perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak-hak para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli, maka tergantung kepada kedudukan dari perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat seperti yang telah diterangkan dalam sub bab sebelumnya. Untuk lebih jelasnya berikut akan penulis paparkan tentang wanprestasi. Wanprestasi atau ingkar janji atau tidak memenuhi perikatan ada
tiga macam yaitu :
1. debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan;
2. debitur terlambat memenuhi perikatan;
3. debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan 

Berdasarkan keterangan di atas terlihat bahwa ingkar janji bisa terjadi dalam beberapa bentuk sebagaimana di kemukakan di atas. Hal yang sama juga dapat terjadi dalam perjanjian pengikatan jual beli terhadap hak atas tanah. Karena tidak selamanya setiap orang yang membuat kesepakatan mampu untuk melaksanakan semua kesepakatan tersebut. Notaris Kun
Hidayat, SH., menyatakan bahwa banyak Notaris yang percaya diri sehingga sering terjadi kesalahan dalam pembuatan aktanya, seperti tidak dimuatnya klausula denda padahal harga obyek jual beli dibayar oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran, yang mana ketika pembeli tidak mampu untuk membayar angsuran maka tidak ada klausula dari akta tersebut yang mengatur tentang denda, dari keterangan di atas tergambar bahwa perlindungan hukum yang diberikan dalam perjanjian pengikatan jual beli sangat kuat karena sifat pembuktian dari perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat di hadapan pejabat umum dalam hal ini Notaris mempunyai pembuktian yang sangat kuat sesuai dengan pembuktian dari akta otentik. Selain itu perlindungan lain yang diberikan adalah perlindungan hukum yang dibuat berdasarkan dari kesepakatan yang di buat oleh para pihak yang terkait dengan perjanjian pengikatan jual beli yang jika kita kaitkan dengan peraturan tentang perjanjian, diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Selain itu menurut Notaris Rizul Sudarmadi, SH dan Notaris Kun Hidayat, SH., ada beberapa perlindungan yang dapat diberikan jika salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli :
1. Perlindungan terhadap calon penjual
Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada calon penjual biasanya adalah berupa persayaratan yang biasanya dimintakan sendiri oleh calon penjual itu sendiri. Misalnya ada beberapa calon penjual yang di dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuatnya memintakan kepada pihak pembeli agar melakukan pembayaran uang pembeli dengan jangka waktu tertentu yang disertai dengan syarat batal, misalnya apabila pembeli tidak memenuhi pembayaran sebagaimana telah dimintakan dan disepakati maka perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang telah dibuat dan disepakati menjadi batal dan biasanya pihak penjual tidak akan mengambalikan uang yang telah dibayarkan kecuali pihak pembeli meminta pengecualian.
Hal ini sebagaimana yang telah terjadi antara Bapak Mamat (seorang pemilik tanah di Jakarta Timur) dengan Bapak Suryadi (pembeli/Pegawai swasta di Jakarta timur). Setelah keduanya bersepakat untuk melakukan jual beli atas sebidang tanah dan rumah di atasnya, namun Bapak Suryadi belum sanggup untuk membayar sekaligus semuanya sehingga keduanya bersepakat untuk mengadakan pengikatan pendahuluan yaitu pengikatan jual beli. Dalam pengikatan jual beli tersebut Bapak Mamat sebagai pemilik tanah memintakan waktu pembayaran yang pasti dan jika tidak dilakukan sesuai dengan waktu tersebut maka perjanjian jual beli tersebut menjadi batal dan uang yang telah dibayarkan tidak dapat dimintakan kembali sebagai bentuk ganti rugi dan hal tersebut disepakati oleh Bapak Suryadi.

Pada pelaksanaannya ternyata setelah melakukan pembayaran uang muka sebesar RpX, Bapak Suryadi ternyata tidak melakukan pembayaran lebih lanjut sesuai dengan yang disepakati dalam pengikatan jual beli, dan setelah di ingatkan untuk memenuhinya Bapak Suryadi masih belum memenuhi juga maka pihak Bapak Mamat kemudian membatalakan perjanijian pengikatan jual beli tersebut dan uangnya tidak dikembalikan.


2. Perlindungan terhadap calon pembeli

Berbeda dengan perlindungan terhadap penjual perlindungan terhadap pembeli biasanya selain dilakukan dengan persyaratan juga di ikuti dengan permintaaan pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali. Tujuannya adalah apabila pihak penjual tidak memenuhinya maka pihak pembeli dapat menuntut dan dan memintakan ganti rugi sesuai dengan kesepakatan yang diatur dalam perjanjian pengikatan jual beli.
Persyaratan yang biasanya dimintakan oleh pembeli untuk perlindungannya adalah dengan memintakan supaya sertifikat atau tanda hak milik atas tanah tersebut di pegang oleh pihak ketiga yang biasanya adalah Notaris atau pihak lain yang ditunjuk dan disepakati bersama oleh penjual dan pembeli
Selain itu perlindungan lain adalah dengan perjanjian pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali apabila semua persyaratan telah terpenuhi untuk melakukan jual beli, maka pihak pemebeli dapat melakukan pemindahan hak walaupun pihak penjual tidak hadir dalam penandatanganan akta jual belinya.
Berdasarkan semua keterangan di atas terlihat bahwa perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap pemenuhan hak semua pihak dalam pengikatan jual beli selain sesuai perlindungan hukum yang diberikan oleh kekuatan akta otentik juga dapat berlandaskan Pasal 1338 Kitab Undangundang Hukum Perdata, serta niat baik dari para pihak untuk memenuhi
kesepakatan yang telah dibuat.

Hal ini sesuai dengan kekuatan pembuktian dari akta otentik sebagaimana yang diungkapkan oleh G.H.S Lumban Tobing yang menyatakan, menurut pendapat umum yang dianut pada setiap akta akta otentik dibedakan tiga kekuatan pembuktian jika dibandingkan dengan akta
dibawah tangan, yaitu :
1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah
Maksudnya adalah kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan itu menurut pasal 1875 KUHPerdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat dibawah tangan, karena akta yang dibuat dibawah tangan baru berlaku sah terhadap siapa akta itu dipergunakan apabila yang menanda tanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangannya itu. Sedangkan akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya, atau dalam bahasa latin : “ acta publica probant sese ipsa. “ apabila suatu akta kelihatannya sebagai akta otentik, maka akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta otentik, sampai dapat dibuktikan bahwa akta itu tidak otentik.

2. Kekuatan Pembuktian Formal
Dengan kekuatan pembuktian formal ini oleh akta otentik dibuktikan, bahwa pejabat yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan itu sebagaimana yang tercantum dalam akta itu dan selain dari itu kebenaran dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukan dan disaksikannya di dalam menjalankan jabatannya itu.

3. Kekuatan Pembuktian Material
Dalam kekuatan pembuktian material tidak hanya kenyataan bahwa adanya dinyatakan sesuatu yang dibuktikan oleh akta itu, akan tetapi juga diisi dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang yang menyuruh adakan/buatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya, akta itu mempunyai kekuatan pembuktian material.

Dengan semua hal yang telah penulis kemukakan di atas maka penulis berpendapat bahwa perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak-hak para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli sangat tergantung kepada kekuatan dari perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat, yaiatu jika dibuat dengan akta dibawah tangan maka perlindungannya sesuai dengan perlindungan terhadap akta dibawah tangan, sedangkan apabila di buat oleh atau dihadapan Notaris maka dengan sendirinya aktanya menjadi akta notaril sehingga kekuatan perlindunganya sesuai dengan perlindungan terhadap akta otentik.

Jurnal Review Hukum Perikatan



PRAKTEK PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS
TANAH BERDASARKAN AKTA NOTARIS DI JAKARTA TIMUR

Pengarang      : Fitri Susanti
Instansi          : UNIVERSITAS DIPONEGORO Semarang
Tahun             : 2008
Sumber           : http://eprints.undip.ac.id/17438/


BAB IV
PEMBAHASAN

A.      Kekuatan Hukum Dari Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Jual Belinya Dan Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Serta Status Hukumnya.

Walaupun dalam prakteknya Perjanjian Pengikatan Jual Beli sudah sering digunakan namun ternyata terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli hanya dipakai asas umum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau dengan kata lain belum pernah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak atas tanah.

1. Kekuatan Hukum Dari Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh Notaris Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Jual Belinya

Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya bahwa Pengikatan Jual Beli (PJB) merupakan sebuah terobosan hukum yang dipakai oleh para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah. Pengikatan Jual Beli (PJB) dipakai untuk memudahkan para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah, karena jika mengikuti semua aturan yang ditetapkan dalam melakukan jual-beli hak atas tanah, tidak semua pihak dapat memenuhinya dalam sekali waktu, seperti membayar harga jual beli yang disepakati. Dalam Peraturan tentang hak atas tanah, diantaranya adalah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan lain-lain, diatur setiap perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah. Setiap orang yang akan melakukan perbutan hukum yang berikaitan dengan hak atas tanah wajib tunduk kepada semua peraturan yang berkaitan dengan hak atas tanah.

Contohnya dalam hal jual-beli hak atas tanah, di mana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (PPAT), diatur bahwa dalam melakukan jual-beli hak atas tanah harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang, dalam hal tanah adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang daerah kerjanya meliputi daerah tempat tanah yang diperjualbelikan itu berada. Selain itu akta pemindahan haknya (akta jual belinya) juga dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan akta jual-beli tersebut merupakan akta otentik, dimana bentuk dan isinya telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebelum dapat melakukan jual-beli dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal tanah adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah harus memenuhi semua persyaratan yang diatur dalam pelaksanaan jual-beli tanah. Persyaratan tentang objek jual belinya, misalnya hak atas tanah yang akan diperjualbelikan merupakan hak atas tanah yang sah dimiliki oleh penjual yang dibuktikan dengan adanya sertifikat tanah atau tanda bukti sah lainnya tentang hak tersebut, dan tanah yang diperjualbelikan tidak berada dalam sengketa dengan pihak lain, dan sebagainya.

Disamping itu jual-beli telah dibayar secara lunas dan semua pajak yang berkaitan dengan jual-beli seperti pajak penjual (SSP) dan pajak pembeli yaitu (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan/BPHTB) juga telah dilunasi oleh pihak yang akan melakukan jual-beli. Setelah semua hal tersebut dilengkapi atau terpenuhi, barulah para pihak yang akan melakukan jual-beli tanah dapat melakukan jual-beli hak atas tanah dan pembuatan akta jual-beli tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta selanjutnya melakukan pendaftaran tanah untuk pemindahan haknya.

Namun apabila persyaratan-persyaratan tersebut belum dipenuhi maka pembuatan dan penandatanganan terhadap akta jual beli hak atas tanah belum bisa dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bersangkutan juga akan menolak untuk membuatkan akta jual belinya sebagai akibat belum terpenuhinya semua syarat tentang pembuatan akta jual beli (AJB), yang dengan sendirinya jualbeli hak atas tanah belum bisa dilakukan.

Keadaan tersebut tentunya sangat tidak menguntungkan atau bahkan bisa merugikan terhadap para pihak yang melakukan jual beli hak atas tanah. Karena dengan keadaan tersebut pihak penjual di satu sisi harus menunda dulu penjualan tanahnya, agar semua persyaratan tersebut dapat terpenuhi, yang dengan sendirinya juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan uang dari penjualan hak atas tanahnya tersebut. Hal yang sama juga berlaku terhadap pihak pembeli, dengan keadaan tersebut pihak pembeli juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan hak atas tanah yang akan dibelinya.

Untuk mengatasi hal tersebut, dan guna kelancaran tertib administrasi pertanahan maka dibuatlah Akta Pengikatan Jual Beli (PJB), dimana isinya sudah mengatur tentang jual beli tanah namun formatnya baru sebatas pengikatan jual beli yaitu suatu bentuk perjanjian yang merupakan atau dapat dikatakan sebagai perjanjian penduhuluan sebelum dilakukannya perjanjian jual beli sebenarnya diatur dalam perundang-undangan yang dinamakan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

Berdasarkan semua keterangan yang telah penulis kemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan hukum dari akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris dalam pelaksanaan pembuatan Akta Jual Belinya adalah sangat kuat. Hal ini karena pada Pengikatan Jual Beli (PJB) yang dibuat dihadapan notaris maka aktanya telah menjadi akta notaril sehinga merupakan akta otentik, sedangkan untuk yang dibuat tidak dihadapan notaris maka menjadi akta dibawah tangan yang pembuktiannya berada dibawah akta otentik, walaupun dalam Pasal 1875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memang disebutkan bahwa akta dibawah tangan dapat mempunyai pembuktian yang sempurna seperti akta otentik apabila tanda tangan dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang menanda tanganinya.
Namun ketentuan dalam Pasal 1875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menunjuk kembali Pasal 1871 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa akta dibawah tangan dapatlah menjadi seperti akta otentik namun tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didadalamnya, karena akan dianggap sebagai penuturan
belaka selain sekedar apa yang dituturkan itu ada hubungan langsung dengan pokok isi akta.

Jadi kekuatan hukum yang ada di perjanjian pengikatan jual-beli hanyalah tergantung dimana perjanjian pengikatan jual-beli dibuat, jika bukan dihadapan pejabat umum (notaris) maka menjadi akta dibawah tangan sedangkan jika dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum maka akta tersebut menjadi akta notariil yang bersifat akta otentik.


2. Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Serta Status Hukumnya

Oleh karena perjanjian pengikatan jual-beli merupakan sebuah perjanjian pendahuluan, maka biasanya di dalam perjanjian pengikatan jual-beli tersebut akan termuat janji-janji dari para pihak yang mengandung ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat yang apabila semua ketentuan tersebut atau syarat-syarat tersebut telah dipenuhi maka jual-beli hak atas tanah yang disepakati dalam perjanjian pengikatan jual-beli dapat dilakukan.

Akan tetapi ada kemungkinan dalam pemenuhan semua persyaratan dan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian pengikatan jual-beli bisa saja terjadi dalam waktu yang agak lama, sehingga ada kemungkinan juga untuk bakal penjualnya berhalangan untuk datang
kembali untuk melakukan penandatanganan terhadap akta jual belinya (AJB).

Hal ini tentunya akan menimbulkan kesulitan bagi pihak pembeli karena ketika semua persyaratan dan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian pengikatan jual-beli telah dipenuhi pihak penjual berhalangan untuk melakukan penandatanganan terhadap akta jual belinya, sehingga pemindahan hak tidak bisa dilakukan padahal pihak pembeli telah memenuhi semua kewajiban untuk memperoleh haknya sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian pengikatan jual-beli.

Untuk menghindari hal tersebut biasanya pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan jual-beli akan meminta dibuatkan sebuah surat kuasa dari bakal penjual yang didalamnya termuat ketetuan apabila pihak penjual berhalangan hadir sedangkan semua syarat dan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian pengikatan jual-beli telah terpenuhi, sehingga telah bisa dilakukan penandatanganan terhadap akta jual beli, maka penjual biasanya akan memberikan kuasa kepada pembeli untuk menghadap sendiri dan menandatangani akta jual beli atas nama penjual di hadapan Notaris.